Skip to content

Wakaf Al-Qur’an untuk Santri Pesisir Maluku

Ba’da Zuhur, beberapa anak berdatangan. Mereka saling bercanda-ria. Wajah santri TPQ Al-Jami itu tampak ceria.

Mereka berkumpul melingkar. Kemudian membuka al-Qur’an dan membaca surat al-Asr.

“Kami atas nama pengurus TPQ Al-Jami mengucapkan terima kasih atas pemberian wakaf al-Qur’annya dari Yayasan Wakaf Al-Qur`an Suara Hidayatullah. Insya Allah sangat bermanfaat bagi kami,” ujar Ustadz Sahrul Silawane.

“Semoga Allah membalasnya dengan ganjaran yang berlipat bagi para pewakaf dan pengurus yayasan,” imbuhnya.

Sementara itu, Ustadz Amin Silawane, kordinator Mabarunta mengaji pun menyampaikan ungkapan terima kasihnya. “Kami senang sekali. Terima kasih kami sampaikan kepada Yayasan Wakaf Al-Qur’an Suara Hidayatullah atas pemberian al-Qur’annya, karena ini bekal terbaik bagi peserta didik dibanding dengan kado-kado yang lain,” ujar Amin.

Ustadz Sahrul Silawane (pengasuh TPQ al- Jami Maluku)

“Sebab, al-Qur’an mengandung pedoman hidup dan wahyu Ilahi yang barangsiapa mengamalkannya, insya Allah selamat di dunia dan akhirat,” katanya.

Senada dengan Ustadz Sahrul dan Ustadz Amin, salah seorang santri, Muhammad Hasan mengatakan, “Beta (saya) sangat senang dapat bantuan al-Qur’an, semoga katong (kami) dan teman-teman semangat ngajinya.” 

Belajar Mengaji di Teras Rumah

Pada 10 Oktober lalu, Yayasan Wakaf Al-Qur`an Suara Hidayatullah (YAWASH) menyalurkan wakaf al-Qur’an ke TPQ Al-Jami dan TPQ Al-Kahfi di Komunitas Mabarunta mengaji, Desa Tehoru, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Acara ini digelar bersama Baitul Maal Hidayatullah (BMH).

“Marabunta Mengaji” merupakan komunitas di salah satu wilayah yang berada di Desa Tehoru. Komunitas ini berharap agar terbentuk generasi cinta al-Qur’an serta memperkuat nilai-nilai religius dalam masyarakat.

Kegiatan belajar mengaji di komunitas ini dilakukan sejak pertengahan 2021 lalu. Awalnya, hanya beberapa anak yang ikut mengaji, bahkan masih terikat hubungan saudara. Namun, kemudian banyak orangtua yang ingin anaknya belajar. Hingga kini, terdapat 50 santri yang aktif mengaji.

Cita-cita terbesar mereka yaitu semua anak di Desa Tehoru harus mengaji. Karena itu, selain di TPQ, mereka menggunakan teras rumah-rumah warga untuk anak-anak belajar mengaji.

“Jika turun hujan kami tidak mengaji karena teras basah, padahal anak-anak selalu bersemangat mengaji,” ungkap Amin.

Menurut Amin, sarana dan prasarana yang ada terbatas. Tetapi pengurus dan masyarakat tetap bersemangat mengajar dan belajar al-Qur’an. “Kami sangat kekurangan al-Qur’an, Iqra’, dan Juz Amma,” kata Amin.

Waktu belajar mengaji berbeda-beda. Untuk anak-anak dimulai ba’da Zuhur dan ba’da Ashar. Sedangkan untuk remaja dan ibu-ibu dilakukan selesai shalat Isya’.

Guru-guru mengaji di sini tidak dibayar. Begitu juga para santri yang mengaji tidak dipungut biaya. Cuma ada tradisi setiap hari Jum’at bawa “uang shalawat”. Tapi ini tidak wajib. Jumlahnya pun tidak dipatok, hanya seikhlasnya saja.

Desa Tehoru merupakan desa adat. Lokasinya berhdapan dengan Gunung Binaiya, yang dikenal dengan “Atap Maluku”. Sebab, termasuk 7 gunung tertinggi di Indonesia (3027 mdpl).

Desa ini terletak di pedalaman, di ujung selatan Pulau Seram, Maluku Tengah. Desa adat ini berada dekat dengan bibir pantai. Mayoritas warganya beragama Islam. 

Kehidupan masyarakatnya banyak bergantung pada hasil alam, baik itu dari laut maupan darat, seperti nelayan, buruh bagasi, petani cengkeh, dan pedagang.

Untuk menuju desa ini cukup jauh dan biaya yang tidak murah. Sebab, terletak di pelosok. Dari kota Ambon harus menempuh perjalanan darat sekitar 45 menit sampai ke Pelabuhan Tulehu. Kemudian dilanjut naik kapal cepat memakan waktu sekitar 2 jam, atau dengan Fery sekitar 7 jam, sampai di Pelabuhan Amahai. Dari Amahai hingga sampai ke Desa Tehoru memakan waktu sekitar sekitar 2 jam.

Yuk, bantu mereka yang membutuhkan al-Qur’an dan sarana ibadah lainnya.*Dadang Kusmayadi/sejutaquran.org